Kamis, 18 Desember 2008

BUSWAY? NO WAY!


Pertama kali program Busway diluncurkan, sebagian masyarakat Jakarta menyambut gembira. Sebagian lagi menyangsikan apakah program busway memang akan mengurangi kemacetan Jakarta yang terjadi setiap hari di setiap pelosok ibu kota.

Pertumbuhan ruas jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan, apakah itu kendaraan roda dua, roda tiga dan roda empat. Belum lagi kendaraan kargo yang lalu lalang di ruas jalan Jakarta. Dan sudah pasti bahwa pertumbuhan kendaraan tidak bisa dicegah, karena hak setiap orang untuk memilikinya.

Kemudian muncullah ide busway, suatu sistem transportasi menuggunakan kendaraan bus dengan satu jalur khusus yang di dedikasikan. Tentu saja ruas jalan khusus ini mengurangi ruas jalan yang sudah ada, alih-alih menambah ruas jalan malah menguranginya. Masyarakat berkorban lagi untuk alasan kepentingan masyarakat juga. Pemda DKI berharap supaya orang-orang yang bermobil dan bermotor mau mengganti moda transportasi nya ke busway. Tapi semudah itu kah?

Sampai saat ini busway memang selalu dipenuhi oleh penumpang, tapi jalanan tetap macet. Kenapa demikian? Berarti anjuran Pemerintah bagi pemilik kendaraan pribadi untuk berpindah moda transportasi ke busway tidak digubris. Pemda DKI mungkin telah melakukan suatu survey lapangan kenapa para pemilik kendaraan pribadi belum rela pindah ke busway. Survey diharapkan bisa memberikan suatu informasi konkrit sebab musabab pemilik kendaraan pribadi tidak mau menggunakan busway.

Masyarakat yang begitu mobile di Jakarta atau pun di tempat lainnya akan memperhatikan beberapa variabel dalam menggunakan suatu moda transportasi. Diantaranya waktu tempuh, biaya, keamanan, kenyamanan, jadwal, dan lainnya. Dilihat dari variabel tersebut jelas Busway lebih unggul dibandingkan dengan bis atau metromini yang sudah lebih dulu hadir. Keunggulan pada jarak tempuh yang lebih cepat, keamanan – belum pernah ada berita kecopetan?, kenyamanan berdesakan tapi pakai AC, jadwal lebih teratur, biaya bisa lebih murah Contoh Kalideres – Pulogadung Cuma bayar Rp 3,500. Akhirnya para pengguna bis umum pindah ke busway, tapi pemilik mobil pribadi perpindahannya tidak begitu signifikan.

Jika perbandingan dengan kendaraan mobil, busway masih kalah dari segi kenyamanan, jadwal dan tentu saja keamanan walaupun belum terdengar kabar kejadian pencopetan atau kejahatan lainnya, tapi saling dorong di halte busway memiliki risiko kecelakaan lebih tinggi dibandingkan naik mobil sendiri. Dari segi biaya tentu saja Busway lebih murah, tapi bukan murah yang dicari si pemilik mobil. Variabel nyaman, jadwal, aman dan baru harga yang menjadikan pemilik mobil bisa berpindah ke busway.

Kenyamanan berarti pengguna busway bisa mendapatkan tempat duduk, tidak berdiri; antrian terhitung dalam waktu yang singkat, pengguna busway masuk antrian dalam waktu 5 menit telah terangkut pergi ke tujuannya, saat ini di halte busway kisaran waktu tunggu antrian bisa lebih dari 30 menit. Apalagi di halte Harmoni, alamak...

Kalau memang busway ‘spesial’ ini bisa dihadirkan, mungkin dengan jumlah armada yang lebih sedikit, tapi dengan jadwal yang tepat pengguna mobil bisa beralih ke busway. Khususnya busway dari terminal besar seperti Pulogadung, Kalideres, Kp Rambutan, Ancol, dan Blok M. Adanya jadwal keberangkatan dan konsisten terpenuhi, pengguna mobil bertambah yakin untuk lebih menggunakan busway daripada kendaraannya sendiri.

Dan mengenai harga, bisa saja harga busway executive ini lebih mahal dari harga yang biasa. Mengenai range harganya tentu perlu dipelajari lebih lanjut, di kisaran berapa harga yang pas untuk busway edisi executive ini, yang pasti jangan melebihi pengeluaran jika menggunakan mobil.

Hitung-hitungan pengguna mobil yang biasa dikeluarkan adalah untuk tol, untuk bensin dan parkir. Jika asumsi parkir gratis karena biasanya dapat fasilitas dari perusahaan. Untuk bensin dengan asumsi 1 liter bensin untuk 10 kilometer, satu hari rata-rata 20 kilometer sekali trip – pulang pergi 40 kilometer, tol dalam kota Rp 5,500 x 2 = Rp 11,000 maka sehari pengeluaran untuk transportasi berjumlah
- Bensin 40 km x Rp 5000/liter x 1 liter / 10 km = Rp 20,000
- Tol Rp 11,000
- Total Rp 31,000
Jika satu mobil digunakan satu orang pengeluaran Rp 31,000 jika berdua maka hitungan perorang menjadi Rp 15,500; asumsi diatas tentu akan beda jika jarak lebih jauh dan menggunakan jumlah gerbang tol dan area tol yang berbeda.

Apakah Pemda DKI, Dephub dan Operator busway mau mengakomodir hal ini. Entahlah....

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda